13 November 2011

Kunci Sukses Orang Minang di Rantau


Orang Minang dikenal sebagai suku perantau yang tangguh. Mereka merantau ke seluruh pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke. Bahkan tidak sedikit yang merantau sampai ke luar negeri. Oleh karena itu, tidak aneh bila kita dapat dengan mudah menemukan orang Minang di berbagai wilayah tanah air dan mancanegara.
Menurut Gamawan Fauzi, mantan gubernur Sumatera Barat yang kini menjadi menteri dalam negeri RI, merantau adalah proses hijrah untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Kampung halaman bagi orang Minang merupakan lahan persemaian untuk menumbuhkan bibit-bibit. Setelah bibit itu tumbuh kemudian dikeluarkan dari persemaian. Bibit harus ditanam di lahan lain yang lebih luas agar tumbuh menjadi besar.
Artinya anak Minang adalah bibit yang tumbuh di persemaian alam Minangkabau. Untuk berkembang dan menjadi “orang” mereka harus melakukan proses merantau ke daerah lain yang lebih luas agar terbuka cakrawala dan wawasannya. Kalau tetap di kampung halaman, dia akan sulit berkembang dan lebih banyak bergantung kepada orang tuanya. Sebagaimana kata pepatah, “Kalau hidup di celah ketiak orang, sampai tua takkan jadi orang.”
Namun sesungguhnya kebiasaan merantau merupakan proses pendidikan kemandirian. Sebagian besar anak-anak Minang pergi merantau ke berbagai daerah tanpa bekal yang memadai. Mereka hanya membawa badan dan sedikit ongkos untuk sampai ke daerah tujuan. Di rantau mereka berjuang agar bisa survive dengan melakukan apapun pekerjaan yang halal.
Tradisi merantau ini banyak diungkap dalam pantun-pantun Minang, salah satunya adalah :
Karantau madang di hulu.
Babuah babungo balun.
Marantau bujang dahulu
Di kampuang baguno balun

Pantun di atas menggambarkan kebiasaan anak Minang untuk merantau karena merasa belum berguna di kampung halamannya. Untuk itu dia harus keluar “kandang” dan belajar ke negeri lain agar sukses. Kalau sudah sukses dan mandiri barulah dia bisa berbuat sesuatu untuk kampung halamannya guna membangun nagari.
Untuk itu mereka harus siap meninggalkan kampung halamannya dengan merantau ke daerah lain yang lebih maju. Karena di rantau mereka berpeluang untuk menempa diri menjadi orang yang lebih baik sehingga bisa berbuat sesuatu untuk sanak saudara dan kampung halamannya. Untuk merantau dia tidak menunggu sampai siap dengan modal hidup dan berbagai keterampilan yang bisa menjamin kehidupannya. Tidak sedikit diantara mereka yang merantau dengan bekal seadanya.
Kebiasaan merantau di kalangan suku Minang menurut Muarif(2009) antara lain dilatarbelakangi oleh:
1.      Faktor budaya. Setiap pemuda di Minangkabau didorong untuk merantau guna mencari ilmu dan pengalaman di luar tanah kelahirannya.
2.      Faktor agama. Islam menjadi dasar dari adat Minangkabau. Agama sendiri menyuruh umatnya untuk menjelajahi berbagai penjuru negeri untuk mencari karunia Allah dan menyebarkan agama Islam. Hal ini turut mendorong orang Minang untuk merantau.
3.      Faktor sosial. Suku Minang menganut sistim matrilineal dimana kaum laki-laki kurang mendapatkan peran di rumah tangga. Dengan merantau kaum laki-laki lebih mendapatkan kebebasan dan lebih leluasa dalam menentukan jalan hidup dan meraih harapannya.
4.      Faktor ekonomi. Dorongan mencari penghidupan dan meningkatkan status ekonomi juga mendorong orang Minang untuk merantau ke berbagai daerah.
Tradisi merantau tentu memberi dampak tersendiri bagi orang minang dimana sebagian penduduk Minangkabau berada di luar kampung halamannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mochtar Naim (1973), pada tahun 1961 terdapat 32% orang Minang yang berada di luar Sumatera Barat. Sedangkan pada tahun 1971 jumlah orang Minang yang berada di luar Sumatera Barat meningkat menjadi 44%. Data ini menunjukkan bahwa hampir 50% orang Minang atau separuhnya berada di rantau.
Lalu apa yang menjadi kunci sukses orang Minang di rantau? Berikut beberapa diantaranya:
1.      Kemampuan beradaptasi. Salah satu faktor yang mendukung kesuksesan orang Minang di rantau adalah prinsip yang mereka pegang, “dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung”. Artinya dimanapun berada dia menghargai kebiasaan penduduk setempat tanpa harus kehilangan identitas sebagai orang Minang. Inilah yang membuat orang Minang bisa diterima dimanapun. 
2.      Para perantau Minang adalah orang yang cerdik dan pintar. Karena tanpa kecerdikan dia tidak akan bisa bertahan di negeri orang. Tanpa kepintaran dia tidak akan sukses di rantau. Oleh karena itu orang Minang dikenal sebagai suku yang sangat menghargai arti penting pendidikan.
3.      Orang Minang tidak gengsi untuk bekerja apapun asal halal. Menjadi pedagang kaki lima pun tidak apalah asal bisa makan dan bertahan hidup di negeri orang.
4.      Orang Minang di rantau merasakan suasana kebebasan untuk berekspresi. Mereka lebih leluasa dalam mengembangkan diri dan dituntut untuk mampu memimpin dirinya sendiri. Mereka harus memutuskan sendiri mana yang terbaik bagi dirinya. hal ini mungkin tidak bisa mereka lakukan di kampungnya sendiri. Dimana para orang tua dan ninik mamak lebih berperan dalam menentukan segala sesuatu.
5.      Mereka memiliki motivasi terdalam yang selalu meluap-luap, yaitu keinginan untuk pulang kampung bertemu dengan orang tua dan sanak saudaranya setelah menjadi orang sukses. Kalau belum sukses dia akan terus memendam kerinduan untuk pulang kampung. Kerinduan ini menjadi bahan bakar tersendiri untuk meraih kesuksesan.
6.      Mau hidup bersahaja. Orang Minang yang merantau tidak membawa bekal yang banyak. Mereka hanya berbekal keberanian dan kenekatan dengan satu harapan suatu saat dia akan sukses. Sehingga dia hidup dengan bersahaja di negeri orang.
7.      Ikatan kekeluargaan dan jaringan persaudaraan di rantau turut membantu orang Minang di perantauan. Mereka tidak akan merasa sebatang kara karena masih ada orang yang peduli khususnya orang-orang sekampung. Sehingga tidak aneh di setiap daerah kita temukan ikatan keluarga Minang.
8.      Memegang teguh agama islam. Hal ini didasari oleh  semboyan orang Minang “Adat basandi syarak syarak basandi kitabullah” artinya adat bersendikan agama dan agama bersendikan al Quran. Inilah pedoman hidup orang Minang yang menjadi panduan kemanapun mereka merantau.***  

No comments:

Post a Comment