14 November 2011

Muhammad Yunus, Pejuang Ekonomi dari Bangladesh


Muhammad Yunus adalah seorang dosen ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bangladesh. Sebagai seorang yang idealis beliau tidak mau hanya berdiri di menara gading sambil sibuk dengan segudang teori. Beliau tidak mau menerima pendapat sebagian kalangan yang mengatakan bahwa ilmu ekonomi telah mati karena tidak bisa mengatasi persoalan nyata di masyarakat. Beliau ingin membuktikan bahwa ilmu ekonomi masih hidup dan bisa menjadi solusi untuk masalah-masalah  kesejahteraan di tengah masyarakat.

Apalagi ketika menyaksikan kemiskinan begitu merajalela di negerinya. Dimana-mana pengemis berjejer meminta sedekah. Banyak orang yang kelaparan dan tergeletak di jalan jalan bahkan berujung pada kematian. Hatinya menangis menyaksikan kenyataan yang dihadapinya. Seolah-olah dia merasa sebagai orang yang paling bertanggungjawab karena beliau adalah seorang dosen ilmu ekonomi dan tidak bisa berbuat apa-apa menyaksikan semua itu. Kemiskinan dan kelaparan menjadi tontonan sehari-hari di berbagai pelosok Bangladesh yang sebagian besar diantara mereka adalah ibu-ibu.

Saat itu beliau tersadar. Beliau menyadari bahwa selamai ini para ilmuan hanya sibuk dan berkutat dengan ilmu tanpa pernah berpikir bagaimana mengaplikasikan ilmunya. Padahal wujud nyata dari keilmuan seseorang adalah bisa atau tidaknya ilmu mereka diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai warga negara berkembang beliau menyadari sekali bahwa permasalahan utama negara-negara berkembang adalah masalah kemiskinan, dan itu juga dia saksikan di negaranya sendiri. Bahkan potret kemiskinan di negerinya sudah sampai pada puncaknya yang berujung pada tingginya tingkat kematian karena kemiskinan. Menyadari semua ini hatinya terpanggil untuk berbuat sesuatu dan dia bertekad untuk menjadi bagian dari solusi bagi bangsanya.

Konsep beliau untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan memberdayakan masyarakat. Masyarakat harus didorong utnuk berusaha dan dibantu permodalannya sehingga mereka mandiri. Untuk itu pada tahun 1971 beliau mendirikan Grameen bank(bank desa) di kampusnya. Tujuannya adalah memberikan modal usaha berupa kredit mikro kepada mayarakat dengan persyaratan yang ringan dan kemudahan akses.

Nasabahnya mulai dari satu orang dan terus berkembang 100 orang bahkan sampai satu desa. Kebanyakan yang meminjam modal adalah wanita yang jumlahnya 96% dari total nasabah. Mereka itu adalah bagian dari 6.6 juta penduduk miskin yang tersebar di negara Bangladesh. Namun Gramen bank tidak hanya meminjamkan uang tapi juga memberikan pembinaan kepada para nasabahnya dalam menjalankan usaha.

Hasilnya sampai saat ini Gramen bank terus berkembang dan mendapatkan respon yang luar biasa dari masyarakat Bangladesh. Hingga saat ini tercatat sudah berdiri 2.226 cabang Grameen bank yang meliputi 71.371 desa. Bahkan Grameen bank juga diadopsi di beberapa negara lain dan ternyata berjalan dengan baik. Sehingga saat ini Gramen bank telah meminjamkan puluhan juta US dollar setiap bulannya kepada para nasabahnya yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu dan pengusaha kecil.

Gramen bank yang resmi menjadi bank independent pada tahun 1983 ini terus berkembang dan telah memiliki ribuan karyawan. Salah satu program pemberdayaannya adalah membantu 47 ribu pengemis agar memiliki usaha dan menjadi mandiri. Program yang dimulai tahun 2003 ini terus berjalan dan telah membuahkan hasil yang maksimal.

Perjuangannya mengentaskan kemiskinan telah berbuah penghargaan bergengsi di dunia. Beliau berhasil meraih hadiah nobel perdamaian pada tahun 2006. Tidak aneh bila seorang pakar ekonomi dan pejuang kemiskinan meraih hadian nobel perdamaian. Karena tidak bisa kita pungkiri perdamaian tidak akan terwujud bila kemiskinan merajalela. Kemiskinan sering mendorong timbulnya konflik. Bila suatu masyarakat sejahtera maka kedamaian akan bersemi dan tumbuh subur.(Yopi Nasir)*** 

No comments:

Post a Comment