Saat ini masyarakat mendapatkan pasokan informasi paling
banyak dari televisi, disamping koran, majalah, internet dan media lainnya. Dari
berbagai berita tersebut yang kita rasakan adalah kondisi yang sangat mengkhawatirkan
dan lebih banyak negatifnya. Baik dari segi politik, ekonomi, budaya, moral,
akhlak dan berbagai bidang kehidupan lainnya.
Sebut saja para politikus misalnya yang sibuk memenangkan
partai dan kelompoknya. Mereka bahkan rela
adu jotos dan berkelahi pada saat sidang untuk memenangkan pendapatnya. Beberapa
diantara mereka malah jarang hadir di kantor dewan saat rapat memperjuangan
rakyat karena sibuk dengan urusan masing-masing.
Begitu juga dengan sebagian oknum polisi, bukanya
memberikan tauladan sebagai orang yang taat hukum, malah mencontohkan bagaimana
melanggar hukum. Ini terlihat dari video menghebohkan di youtube beberapa waktu yang lalu. Seorang polisi lalu lintas
meminta uang “damai” Rp. 200 ribu kepada seorang bule yang melanggar lalu
lintas di kawasan Bali. Kemudian sebagian dari uang itu dia belikan bir dan
minum bersama bule tersebut di pos polisi.
Lain halnya dengan beberapa orang oknum kopasus yang menembak
4 orang tahanan di lapas cebongan Yogyakarta secara membabi buta. Belum lagi dengan
maraknya peristiwa kriminal seperti pembunuhan, perkosaan, perampokan narkoba,
teroris, dan berbagai berita negatif lainnya yang sulit disebutkan satu
persatu.
Itulah berita yang mendominasi berbagai media disamping
berita positif lainnya yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bisa jadi menurut
media, berita negatif itulah yang bagus dan menarik. Wajar bila berita tentang
kejatuhan pesawat lebih menarik dari pada berita tentang pesawat yang berhasil
mendarat dengan mulus. Sehingga bila menggunakan kaca mata media, terutama dari
berita-berita negatifnya, kondisi ini menimbulkan pesimisme bagi sebagian
kalangan.
Namun bila kita lihat dari kaca mata agama, segala
musibah dan bencana di atas terjadi karena keingkaran manusia kepada Tuhan. Allah
sudah menegaskan dalam al quran,
"Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka Apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu
merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari
sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?" (QS. Al araf 96-98)
Kondisi itu juga
bisa kita cermati dari periodisasi kehidupan umat islam. Majid Kailani, dalam
bukunya al ummah al muslimah memaparkan
tentang periode ini.
- Periode sehat yang berporos pada misi risalah. Periode ini diwakili oleh masa kenabian dan khulafa urasidin.
- Periode sakit, dimana loyalitas umat berporos pada orang, bangsa, negara dan kelompok. Periode ini diwakili oleh dinasti Umayyah, Abbasiah, Utsmaniyah dan dinasti-dinasti lainnya.
- Periode kematian, dimana loyalitas umat berporos pada benda dan menjadikan kekayaan sebagai tolok ukur kesuksesan hidup. Ini diwakili oleh masa setelah runtuhnya khilafah pada tahun 1924 hingga kini.
Dari penjelasan di
atas boleh dibilang saat ini umat islam sedang berada pada periode kematian. Salah
satu ciri yang menonjol adalah orang sangat cinta dunia dan takut mati. Sikap ini
diduga menjadi penyebab datangnya berbagai musibah dan bencana di negeri-negeri
muslim, khususnya indonesia.
Solusinya tentu tidak
cukup dengan perbaikan ekonomi, sisitim politik, dan meningkatkan pendapatan
negara semata. Karena kalau mental orang yang menjalankan sistemnya tetap
bobrok maka sebagus apapun sistem, tetap tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Lihatlah sejarah
bangsa lalu yang makmur dari segi duniawi tapi itu justru membuat mereka
semakin sombong dan menentang Allah. Bahkan mengaku dirinya tuhan sebagaimana
halnya Firaun yang dikenal akan kekuatan dan kehebatan bala tentaranya.
Jadi tidak jarang kehebatan
dunia yang diraih oleh manusia yang tidak beriman akan membuat dia semakin angkuh
dan jauh dari Allah.
Untuk mengatasi
masalah ini islam telah menunjukkan solusinya yaitu dengan bertobat dan bertakwa
kepada Allah. Dengan ini Dia akan menurunkan ketentraman dan keberkahan kepada
negara kita. Hanya imanlah yang akan membuat orang semakin dekat kepada Allah.
Untuk itu kita semua
harus kembali kepada Allah karena kita ini hamba-Nya. Manusia bukan hamba dunia
dan budak nafsunya. Karena kalau ini yang terjadi maka setanlah yang akan
mengendalikan kita.
Pada zaman
khalifah Umar bin Khatab pernah terjadi bencana kekeringan dan musim panas yang
sangat panjang. Setelah berembuk dengan para sahabat, Umar kemudian meminta
nasihat kepada Abbas bin Abdul Muthalib, paman rasulullah. Beliau mengatakan
bahwa bencana tidak akan terjadi kecuali karena dosa.
Setelah mendengar
wejangan dari paman nabi, Umar mengajak semua sahabat khususnya para pemimpinnya
untuk bertobat dengan sungguh-sungguh. Hal ini juga diikuti oleh berbagai
kalangan baik tua, muda, kaya, miskin, pejabat, dan rakyat biasa, mereka bertobat
dengan penuh kekhusyukan.
Hal ini mereka lakukan
karena tidak semua bencana bisa diatasi dengan kekuatan politik, ekonomi, dan militer
tapi juga dengan jalan spiritual antara lain dengan bertobat kepada Allah.
Benar saja, setelah
bertobat dan berdoa Allah pun menjawab
doa umat islam pada waktu itu dengan menurunkan hawa yang sejuk dan hujan yang membasahi
bumi. Sehingga tanaman menghijau dan binatang ternak pun kembali bisa makan dengan
leluasa.
Sepantasyalah kita
berkaca dari kisah Umar di atas. Sudah saatnya bangsa kita bertobat dan memohon
ampun kepada Allah, sehingga negara kita dilimpahi keberkahan, kesejahteraan,
dan ketentraman. Insya Allah.