19 December 2011

Spiritualitas Dalam Bisnis




Permasalahan klasik umat islam adalah kemiskinan. Hal ini telah berdampak kepada lemahnya posisi tawar dan daya saing umat. Sehingga umat islam lebih banyak dijadikan obyek dari pada subyek.
Dr. Tyas U. Soekarsono, mantan ketua JPMI (Jaringan Pengusa Muslim Indonesia) pernah mengungkapkan beberapa hal yang meyebabkan umat islam menjadi miskin.
Pertama, adanya kultur di masyarakat yang menganggap pekerjaan sebagai pegawai merupakan pekerjaan yang bergengsi. Akibatnya lebih banyak orang yang bercita-cita jadi pegawai dari pada pengusaha. Padahal saat ini peluang menjadi pegawai sangat terbatas. Hasilnya angka pengangguran terus meningkat.
Kedua, lemahnya etos kerja umat islam.  Ajaran islam baru sampai pada tahap penghapalan dalil, belum kepada implementasi. Ketiga, lemahnya networking dan jaringan silaturahmi antara sesama umat islam.  
Disamping itu masih banyak peyebab lain. Salah satunya adalah umat islam kurang bersyukur dengan karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia itu adalah tubuh yang kuat dan sehat, namun tidak digunakan secara optimal untuk menjemput rezeki.
Oleh karena itu jelaslah bahwa kemiskinan bukanlah takdir. Karena Allah sudah menyediakan segala kebutuhan kita di bumi. ”Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu(sumber) penghidupan. Amat sedikit kamu bersyukur.”(QS. Al a’raf[7]: 10)
 Memang ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa hidup itu harus zuhud. Itu tentu saja benar. Tapi zuhud bukan harus hidup miskin. Zuhud berarti memiliki kekayaan tapi membelanjakannya dengan sederhana dan tidak berfoya-foya.
Kalau kita telaah dalam al Quran maka ada dua ciri orang zuhud. Pertama, merasa tenang dan tentram dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia senantiasa memburu ridha-Nya. Dia akan gelisah bila terlanjur melakukan dosa sekecil apapaun. Kedua, tidak terlalu gembira jika sesuatu yang diinginkan ada. Sebaliknya tidak sedih jika yang diinginkan tiada. “Supaya kamu tidak berduka cita terhadap apa yang terlepas dari tanganmu dan tidak pula menjadi gembira terhadap apa yang dikaruniakan oleh Allah kepada kamu.” (QS. Al hadid[57]: 23)


Spiritual Quoetions

Jelaslah bahwa penerapan etika dalam bisnis merupakan sebuah keniscayaan. Walaupun sebagian orang ada yang pesimis,  “Cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal.” Namun itu semua hanya mitos. Tidak mungkin Allah menyuruh kita melakukan sesuatu yang mustahil diraih. Kalau Dia memerintahkan kita mencari yang halal maka pasti hal itu bisa dicapai.
Apalagi abad spiritualitas yang sedang kita jalani ini ditandai dengan munculnya kehausan akan nilai-nilai spiritual. Hal ini merambah ke segala bidang tidak terkecuali dunia bisnis. Sehingga menurut para pakar, kalau ingin sukses dalam bisnis jangan pernah mengabakan nilai-nilai spiritual. Karena bisnis yang peduli dengan nilai spirituallah yang  akan bertahan di masa depan.
Hal ini sejalan dengan firman Allah. Kalau kita menjalankan bisnis sesuai dengan nilai-nilai keislaman, maka Allah akan mendatangkan keberkahan bagi bisnis dan kehidupan kita. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya."(QS. Al araf[7]:96)
Dalm Islam sendiri bisnis tidak hanya untuk mencari kekayaan. Bisnis merupakan sarana ketakwaan kepada Allah. Bahkan bisnis juga efektif sebagai ladang dakwah. Inilah yang dilakukan oleh para ulama pada awal perkembangan Islam di Indonesia.

Kenapa Spiritualitas Penting Dalam Islam?

Urgensi spiritualitas dalam bisnis tidak terbantahkan lagi. Hal ini banyak diungkap oleh pakar bisnis baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satunya terlihat dari maraknya pelatihan-pelatihan manajemen berbasis spiritual. Antara lain pelatihan ESQ yang digagas oleh Ary Ginanjar dan  Manajemen Qolbu oleh Aa Gym.
Tampaknya telah muncul kesadaran khususnya di kalangan umat islam, bahwa Bisnis hanyalah jalan menjemput rezeki dari Allah. Tugas kita hanya berikhtiar dengan sebaik-baiknya, sementara hasil kita serahkan kepada Allah.
Allah memang memerintahkan kita untuk mencari karunia-Nya, namun Dia tidak suka kalau kita sampai terlena dan lupa diri. Sehingga lebih mencintai dunia dari pada mencintai Allah. Untuk itulah dibutuhkan sebuah kecerdasan spiritual agar bisnis tidak membuat kita lupa dari Allah.
Kecerdasan spiritual sendiri merupakan bahan bakar paling bermutu bagi seorang entrepreneur muslim. Kecerdasan ini akan membuat bisnis seseorang begitu powerfull, melaju dengan kecepatan tinggi, dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi.
Untuk menjadi seorang spiritual entrepreneur harus diawali dengan membangun kepercayaan. Inilah yang menjadi modal utama dalam berbisnis. Dengan modal ini seorang entrepreneur akan meraih tempat yang mulia di dunia maupun di akhirat.

Berbisnis Dengan Bening Hati

Sebagaimana sudah kita bahas, saat ini merupakan era bisnis berlandaskan spriritual, etika, dan moral. Tanpa etika, perusahaan tidak akan bisa bertahan dan ujungnya akan hancur. Berapa banyak kita melihat perusahaan-perusahaan besar bangkrut karena ketidakjujuran  pengelolanya.
Kalau tidak dijalankan oleh orang yang bermoral, maka kecanggihan ilmu dan teknologi hanya akan digunakan untuk memperkaya diri sendiri. Inilah yang diungkapkan oleh seorang pakar marketing, Hermawan Kartajaya dalam sebuah bukunya. ”Semakin tinggi kompleksitas, semakin canggih tool manajemen, semakin maju perangkat regulasi, kenyataannya semakin membuat bisnis kebablasan tanpa etika dan moral.”
Begitu banyak praktek-praktek kotor dalam bisnis yang tidak dilandasi oleh etika dan moral. Antara lain KKN antara politisi dan pengusaha, praktek suap dan mark up, menyogok pejabat untuk mendapatkan proyek, pendirian bank untuk mengeruk uang masyarakat dan digunakan untuk bisnis grup, dan praktek-praktek kejahatan perbankan dengan mengelabui bank. Semua ini menunjukkan bahwa kejujuran telah sirna dalam kehidupan kita.
Kejujuran dalam arti luas berarti penerapan nilai-nilai spiritual dalam setiap bidang kehidupan kita, termasuk dalam sebuah organisasi bisnis. Karena strategi bisnis yang canggih baru akan bekerja apabila dilandasi oleh nilai-nilai spiritual. Dalam kontek bisnis, apapun bidang usaha kita, rohnya terletak pada kejujuran dan etika. Tanpa itu, kemajuan di sisi materi hanya akan berujung kepada kebangkrutan.
Dampaknya sudah kita rasakan saat ini. Bangsa Indonesia yang katanya kaya dengan berbagai sumber daya alam ini harus menerima kenyataan sebagai negara terkorup. Berbagai kasus korupsi menjerat para pejabat dan politisi. Hal ini menunjukkan betapa langkanya kejujuran di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. ***










No comments:

Post a Comment