26 November 2011

Spiritual Entrepreneur


Tidak bisa kita pungkiri, aktivitas utama setiap orang adalah bekerja mencari penghidupan. Bahkan di dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kita kepada Allah. Menyadari bahwa aktivitas berusaha dan berbisnis merupakan bagian dari sarana ibadah kita kepada Allah, maka bisnis menjadi bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan keberagamaan kita.

Hal inilah yang mendasari munculnya istilah spiritual entrepreneur, artinya bagaimana kita berbisnis dengan tetap menggunakan rambu-rambu yang sudah ditetapkan dalam agama. Sehingga dengan aktivitas usaha dengan menjadi entrepreneur, kita tidak hanya mendapatkan kekayaan dunia tapi juga mendapatkan pahala di akhirat nanti.

Saat ini ada sebagian orang yang menganggap bahwa berbisnis adalah urusan duniawi dan tidak ada kaitannya dengan ibadah. Padahal, bisnis kalau dijalankan dengan tuntunan Allah dan syariat agama maka akan bernilai ibadah.

Tidak sedikit ayat-ayat Al Quran tentang perintah mencari rezeki dan karunia-Nya. Diantaranya, ”Kami jadikan waktu siang untuk mencari mata pencaharian.” (annaba[78]:11), ”Apabila shalat telah ditunaikan hendaklah kalian berpencar di muka bumi dan carilah karunia Allah.” ( al jumuah[62]:10), ”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya dan hanya kepadanyalah kamu kembali setelah dibangkitkan.” (al mulk[67]: 15).

Ayat-ayat di atas merupakan perintah Allah untuk mencari rezeki. Kalau Allah memerintahkan sesuatu kepada manusia maka di sana tentu ada nilai ibadahnya. Oleh karena itu, perintah mencari rezeki dengan cara-cara yang dituntunkan oleh Allah jelas bernilai ibadah. Inilah motivasi awal yang harus dikembangkan agar orang terdorong untuk berbisnis.

Bahkan di dalam sebuah hadits dikatkan bahwa 90% rezeki itu ada di dunia perdagangan(bisnis). begitu juga kalau kita melihat tauladan kita, Rasulullah saw, beliau juga seorang pebisnis ulung. Beliau tidak hanya berdagang di sekitar kota Mekah tapi beliau berdagang sampai ke negeri Syiria yang terletak jauh dari kota Mekah.

Di tengah masyarakat pun kita lihat justru orang-orang yang berbisnis lebih dimudahkan dalam beramal, baik ibadah hablumminallah maupun ibadah hablumminannas. Dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki, mereka lebih mudah untuk berzakat dan bersedekah. Dia pun memiliki banyak waktu untuk beribadah. Bahkan untuk berhaji dan umroh pun bukan menjadi sesuatu yang sulit baginya. Berbeda dengan orang yang ekonominya pas-pasan, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit.

Banyak kemanfaatan lain yang bisa dihasilkan dari berbisnis. Diataranya kita bisa menciptakan produk-produk kebutuhan masyarakat sehingga memudahkan orang dalam menjalani aktifitas hidupnya. Dengan adanya orang yang memproduksi pakaian, kita terhindar dari cuaca buruk. Dengan adanya kendaraan maka akan memudahkan orang dalam menempuh jarak yang jauh.

Disamping melahirkan berbagai produk, kegiatan usaha juga memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Semakin besar usahanya, maka akan semakin besar daya serap tenaga kerjanya. Sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan sumber rezeki. Hal ini tentu dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, semua kemajuan itu tidak ada nilainya kalau hanya diukur dari sisi materi saja. Ukuran-ukuran materi semata tidak menjamin sebuah aktivitas bisnis bernilai ibadah. Bisnis yang bernilai ibadah juga harus dilihat dari cara mendapatkannya. Untuk itu kita harus terus menjaga setiap kegiatan bisnis kita agar sesuai dengan rambu-rambu dari Allah dan rasul. Wallahua’lam.***

No comments:

Post a Comment