Saudah binti Zam'ah bin Qais bin ‘Abdu
Syams bin ‘Abdud berasal dari suku Quraisy Al-Amiriyah. Ibunya adalah
Asy-Syumusy binti Qais bin Zaid bin Amr dari Bani Najjar. Saudah, wanita cerdas
berpostur tinggi besar ini pernah menikah dengan Sakran bin 'Amr, saudara
Suhail bin Amr Al-Amiri.
Saudah dan suaminya beserta
delapan orang dari Bani Amir termasuk di antara mereka yang berhijrah dari
negerinya karena penolakan mereka terhadap kemusyrikan. Namun suaminya
meninggal ketika di pengasingan negeri Habsyi.
Keadaan Saudah membuat Nabi iba
kepadanya. Khaulah binti Hakim, salah seorang sahabat nabi menceritakan keadaan
Saudah kepada Nabi dan berharap agar nabi berkenan menjadikan Saudah sebagai
pendamping beliau guna meringankan penderitaan Saudah. Apalagi Saudah sudah tua
dan membutuhkan pendamping yang selalu menjaganya.
Sebelumnya tidak seorang sahabat
pun berani berbicara kepada Rasulullah tentang masalah pernikahan beliau
setelah wafatnya Khadijah. Namun Khaulah memberanikan dirinya untuk bertanya
kepada nabi.
Khaulah binti Hakim menanyakan
kepada Rasulullah, “Tidakkah engkau ingin menikah lagi, wahai Rasulullah?"
"Siapa yang bisa menggantikan Khadijah, wahai Khaulah? Jawab nabi. Khaulah
melanjutkan: "Jika engkau menghendaki, ada yang perawan dan ada yang
janda." Beliau bertanya: "Siapa yang perawan?" Khaulah menjawab:
"Anak seorang makhluk Allah yang paling engkau cintai. Aisyah binti Abu
Bakar." "Siapa yang janda?" la menjawab: "Saudah binti
Zam'ah, wanita yang telah beriman kepada engkau dan ikut berjuang bersama
engkau.
Akhirnya Rasulullah menyetujui
saran Khaulah. Beliau menikahi Aisyah dan Saudah pada hari yang sama. Namun yang
langsung hidup serumah dengan Nabi adalah Saudah. Setelah tiga tahun hidup
bersama Saudah barulah beliau hidup serumah dengan Aisyah.
Banyak penduduk Makkah heran dengan pernikahan Rasulullah dengan
Saudah. Mereka bertanya: "Bagaimana mungkin seorang janda tua dan tidak
menarik bisa menggantikan kedudukan seorang tokoh wanita Quraisy,
Khadijah?"
Sebenarnya Saudah dan siapa pun tidak
bisa mengantikan kedudukan Khadijah. Rasulullah menikahi Saudah karena kebaikan
dan kasih sayang beliau. Namun demikian Saudah mampu menyesuaikan diri dengan
keluarga rasul dan telaten mengasuh dan merawat putri-putri rasul.
Setelah tiga tahun Saudah menjadi
istri Nabi masuklah Aisyah ke dalam rumah tangga Nabi yang diikuti oleh Hafshah,
Zainab, Ummu Salamah, dan lainnya.
Suatu ketika Nabi pernah berniat
menceraikan Saudah. Namun Saudah yang bijak berkata: "Biarkanlah aku tetap
sebagai istri engkau. Demi Allah, aku tidak akan banyak menuntut sebagaimana
istri-istri engkau yang lain, namun aku ingin dibangkitkan Allah sebagai istri
engkau kelak pada hari kiamat."
Saudah sering memberikan jatah gilirannya kepada Aisyah demi
menyenangkan hati Rasulullah. Berkenaan dengan hal ini turun ayat, "Maka tidak
mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan
perdamaian itu lebih baik bagi keduanya.” (QS. 4: 128)
Saudah tinggal di rumah Nabi
dengan penuh rasa syukur karena Allah telah menjadikannya sebagai istri
makhluk-Nya yang terbaik. Di dunia sebagai ibunda kaum mukmin dan sebagai istri
Rasulullah kelak di surga.
Saudah binti Zam'ah wafat pada akhir masa kekhalifahan Umar bin Khatab.
Aisyah berkata tentang kesannya terhadap Saudah: "Tidak ada wanita yang
lebih aku senangi untuk aku tiru perangainya, selain Saudah binti Zam'ah.
Ketika usianya telah udzur, Saudah berkata: "Wahai Rasulullah, aku berikan
jatah giliranku untuk 'Aisyah. Hanya saja sayangnya dia itu tipe wanita yang
mudah marah."
(Sumber : Mahmud
Mahdi Al Istambuli Dan Musthafa Abu Nashr Asy Syibli)
No comments:
Post a Comment