13 April 2018

SAUDAH BINTI ZAM ‘AH



Saudah binti Zam'ah bin Qais bin ‘Abdu Syams bin ‘Abdud berasal dari suku Quraisy Al-Amiriyah. Ibunya adalah Asy-Syumusy binti Qais bin Zaid bin Amr dari Bani Najjar. Saudah, wanita cerdas berpostur tinggi besar ini pernah menikah dengan Sakran bin 'Amr, saudara Suhail bin Amr Al-Amiri.

Saudah dan suaminya beserta delapan orang dari Bani Amir termasuk di antara mereka yang berhijrah dari negerinya karena penolakan mereka terhadap kemusyrikan. Namun suaminya meninggal ketika di pengasingan negeri Habsyi.

Keadaan Saudah membuat Nabi iba kepadanya. Khaulah binti Hakim, salah seorang sahabat nabi menceritakan keadaan Saudah kepada Nabi dan berharap agar nabi berkenan menjadikan Saudah sebagai pendamping beliau guna meringankan penderitaan Saudah. Apalagi Saudah sudah tua dan membutuhkan pendamping yang selalu menjaganya.

Sebelumnya tidak seorang sahabat pun berani berbicara kepada Rasulullah tentang masalah pernikahan beliau setelah wafatnya Khadijah. Namun Khaulah memberanikan dirinya untuk bertanya kepada nabi.

Khaulah binti Hakim menanyakan kepada Rasulullah, “Tidakkah engkau ingin menikah lagi, wahai Rasulullah?" "Siapa yang bisa menggantikan Khadijah, wahai Khaulah? Jawab nabi. Khaulah melanjutkan: "Jika engkau menghendaki, ada yang perawan dan ada yang janda." Beliau bertanya: "Siapa yang perawan?" Khaulah menjawab: "Anak seorang makhluk Allah yang paling engkau cintai. Aisyah binti Abu Bakar." "Siapa yang janda?" la menjawab: "Saudah binti Zam'ah, wanita yang telah beriman kepada engkau dan ikut berjuang bersama engkau.

Akhirnya Rasulullah menyetujui saran Khaulah. Beliau menikahi Aisyah dan Saudah pada hari yang sama. Namun yang langsung hidup serumah dengan Nabi adalah Saudah. Setelah tiga tahun hidup bersama Saudah barulah beliau hidup serumah dengan Aisyah.

Banyak penduduk Makkah heran dengan pernikahan Rasulullah dengan Saudah. Mereka bertanya: "Bagaimana mungkin seorang janda tua dan tidak menarik bisa menggantikan kedudukan seorang tokoh wanita Quraisy, Khadijah?"

Sebenarnya Saudah dan siapa pun tidak bisa mengantikan kedudukan Khadijah. Rasulullah menikahi Saudah karena kebaikan dan kasih sayang beliau. Namun demikian Saudah mampu menyesuaikan diri dengan keluarga rasul dan telaten mengasuh dan merawat putri-putri rasul.

Setelah tiga tahun Saudah menjadi istri Nabi masuklah Aisyah ke dalam rumah tangga Nabi yang diikuti oleh Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lainnya.

Suatu ketika Nabi pernah berniat menceraikan Saudah. Namun Saudah yang bijak berkata: "Biarkanlah aku tetap sebagai istri engkau. Demi Allah, aku tidak akan banyak menuntut sebagaimana istri-istri engkau yang lain, namun aku ingin dibangkitkan Allah sebagai istri engkau kelak pada hari kiamat."

Saudah sering memberikan jatah gilirannya kepada Aisyah demi menyenangkan hati Rasulullah. Berkenaan dengan hal ini turun ayat, "Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi keduanya.” (QS. 4: 128)

Saudah tinggal di rumah Nabi dengan penuh rasa syukur karena Allah telah menjadikannya sebagai istri makhluk-Nya yang terbaik. Di dunia sebagai ibunda kaum mukmin dan sebagai istri Rasulullah kelak di surga.

Saudah binti Zam'ah wafat pada akhir masa kekhalifahan Umar bin Khatab. Aisyah berkata tentang kesannya terhadap Saudah: "Tidak ada wanita yang lebih aku senangi untuk aku tiru perangainya, selain Saudah binti Zam'ah. Ketika usianya telah udzur, Saudah berkata: "Wahai Rasulullah, aku berikan jatah giliranku untuk 'Aisyah. Hanya saja sayangnya dia itu tipe wanita yang mudah marah."

(Sumber : Mahmud Mahdi Al Istambuli Dan Musthafa Abu Nashr Asy Syibli)

No comments:

Post a Comment