Kalau kita selalu berharap kepada orang lain siap-siaplah kecewa. Lihat saja demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai kalangan baik terhadap atasan, majikan, maupun pemerintah, tidak banyak yang berhasil meraih tuntutannya. Terbukti setiap demo berujung bentrok karena tidak ada kesepakatan. Kalau begitu masih efektifkah demonstrasi?
Sebagian kalangan mungkin berpendapat masih efektif, sehingga dia akan tetap menggunakan cara-cara demonstrasi untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya. Tapi bagi yang menganggap tidak efektif lagi, maka dia akan berusaha mencari cara lain. Salah satunya adalah menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan positif yang tidak hanya bermanfaat buat pribadi tapi juga bagi orang lain.
Dia pun tetap berusaha mewujudkan segala harapannya secara mandiri tanpa menggantungkannya di pundak orang lain, termasuk pemerintah. Dia berjuang setahap demi setahap dan mulai dari apa yang bisa dilakukannya. Ini lebih realistis dibanding berharap kepada orang lain yang sering berakhir dengan kekecewaan.
Sebagian dari mereka bahkan mulai menyadari kalau demonstrasi ternyata berdampak negatif bagi sebagian orang. Bagaimana kalau ada orang sakit atau ibu hamil yang akan melahirkan terhalang ke rumah sakit gara-gara aksi demonstrasi. Dia tidak bisa membayangkan kalau seandainya hal itu menimpa anak, istri, atau keluarganya.
Sebagaimana halnya aksi demo sekitar 17.000 buruh pada hari Jumat, 27 Januari lalu yang memblokir jalan tol Cikampek, tepatnya di KM 31. Akibatnya pengguna jalan tol tertahan selama berjam-jam di tengah jalan yang panas dan terik. Aksi ini sempat menimbulkan bentrokan antara pendemo dengan pengguna jalan tol. Bahkan beberapa motor pendemo dibakar oleh pengguna jalan tol yang merasa terganggu perjalanannya.
Buruh sendiri pada saat aksinya menuntut agar pengusaha menerapkan SK Gubernur No.561/Kep.1540-Bansos/2011 yang mengatur UMK Bekasi sebesar Rp 1.491.866,-, upah kelompok II Rp 1.715.645,- dan kelompok I Rp 1.849.913. SK Gubernur ini digugat oleh Apindo Bekasi dan dikabulkan oleh PTUN di Bandung pada Kamis (26/1) kemarin(detik.com). Inilah yang memicu aksi demonstrasi buruh.
Akumulasi kekecewaan
Entah apa yang sedang terjadi dengan bangsa kita sehingga banyak aksi demo yang berujung dengan bentrokan. Apakah pemimpin dan aparat keamanan kita sudah kehilangan wibawanya sehingga rakyat tidak takut lagi berbuat anarkis? Bahkan tidak jarang pemimpin justru jadi bahan olok-olokan para pendemo?
Apakah perilaku sebagian aparat yang menyelesaikan pelanggaran lalu lintas dengan jalan “damai”, turut menurunkan kredibilitas dan wibawanya di mata masyarakat? Bagaimana dengan perilaku sebagian pejabat yang terlibat korupsi, menghabiskan anggaran negara, bahkan ada yang terlibat narkoba, sebagaimana yang disuguhkan oleh berbagai media setiap hari? Apakah semua itu ikut menurunkan kepercayaan masyarakat kepada mereka?
Kita semua tentu punya jawaban masing-masing dari pertanyaan pertanyaan di atas. Kalau benar, bisa jadi inilah yang membuat rakyat kecewa sehingga melampiaskan kekesalannya. Apalagi saat kampanye, rakyat dibuai dengan janji-janji manis. Tapi setelah dipilih sang pemimpin justru mengkhianati sendiri janjinya. Bahkan mereka yang dulu berjanji tidak akan korupsi ternyata kini berada di penjara karena tersangkut kasus korupsi.
Allah sendiri sebenarnya telah memperingatkan para pemimipin agar tidak mengkhianati amanah yang diberikan rakyat kepadanya. “Janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS.8:27)
Bahkan di ayat lain Allah mengancam orang yang melanggar janji-janjinya. “Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (QS. 48.10) Wallahua’lam.***