10 December 2010

Perkembangan entrepreneur di Indonesia



Perkembangan dunia entrepreneur di Indonesia tidak hanya berdampak kepada kesejahteraan pelaku wirausaha saja. Namun secara umum juga berdampak kepada peningkatan stabilitas ekonomi di Indonesia. Kehadiran para entrepreneur di saat krisis berkepanjangan ini justru sangat ditunggu dan diharapkan. Karena dengan kewirausahaanlah perekonomian Indonesia bisa bangkit. Kewirausahaan dianggap mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Harapannya kita bisa mengikuti jejak negara-negara maju dimana jumlah entrepreneurnya terus bertambah. Bahkan di Amerika serikat, 1 dari 12 orang warganya terlibat dalam kewirausahaan.

Optimisme akan lahirnya generasi entrepreneur di Indonesia terlihat dari banyaknya training-training, seminar, dan workshop kewirausahaan diadakan di berbagai kota. Bahkan di pasaran juga muncul majalah, tabloid dan buku-buku kewirausahaan. Ditambah lagi dengan kehadiran berbagai komunitas entrepreneur yang intens membina anggotanya. Semua ini turut mendorong lahirnya entrepreneur-entrepreneur baru.

Tidak bisa kita pungkiri, aktivitas utama setiap orang adalah bekerja mencari penghidupan. Bahkan di dalam Islam, bekerja mencari nafkah merupakan sarana ibadah kita kepada Allah. Menyadari bahwa aktivitas berusaha dan berbisnis merupakan bagian dari sarana ibadah kita kepada Allah, maka bisnis mejadi bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan keberagamaan kita. Inilah yang mendasari munculnya istilah spiritual entrepreneur, artinya bagaimana kita berbisnis dengan tetap menggunakan rambu-rambu yang sudah ditetapkan dalam agama. Sehingga dengan aktivitas usaha dengan menjadi entrepreneur, kita tidak hanya mendapatkan kekayaan dunia tapi juga mendapatkan pahala di akhirat nanti.

Saat ini ada sebagian orang yang menganggap bahwa berbisnis adalah urusan duniawi dan tidak ada kaitannya dengan ibadah. Padahal, bisnis kalau dijalankan dengan tuntunan Allah dan syariat agama maka akan bernilai ibadah. Tidak sedikit ayat-ayat Al Quran tentang perintah mencari rezeki dan karunia-Nya. Diantaranya, ”Kami jadikan waktu siang untuk mencari mata pencaharian.” (annaba[78]:11), ”Apabila shalat telah ditunaikan hendaklah kalian berpencar di muka bumi dan carilah karunia Allah.” ( al jumuah[62]:10), ”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya dan hanya kepadanyalah kamu kembali setelah dibangkitkan.” (al mulk[67]: 15).

Ayat-ayat di atas merupakan perintah Allah untuk mencari rezeki. Kalau Allah memerintahkan sesuatu kepada manusia maka di sana tentu ada nilai ibadahnya. Oleh karena itu, perintah mencari rezeki dengan cara-cara yang dituntunkan oleh Allah jelas bernilai ibadah. Inilah motivasi awal yang harus dikembangkan agar orang terdorong untuk berbisnis.

Bahkan di dalam sebuah hadits dikatkan bahwa 90% rezeki itu ada di dunia perdagangan(bisnis). begitu juga kalau kita melihat tauladan kita, Rasulullah saw, beliau juga seorang pebisnis ulung. Beliau tidak hanya berdagang di sekitar kota Mekah tapi beliau berdagang sampai ke negeri Syiria yang terletak jauh dari kota Mekah.

Di tengah masyarakat pun kita lihat justru orang-orang yang berbisnis lebih dimudahkan dalam beramal, baik ibadah hablumminallah maupun ibadah hablumminannas. Dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki, mereka lebih mudah untuk berzakat dan bersedekah. Dia pun memiliki banyak waktu untuk beribadah. Bahkan untuk berhaji dan umroh pun bukan menjadi sesuatu yang sulit baginya. Berbeda dengan orang yang ekonominya pas-pasan, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit.

Banyak kemanfaatan lain yang bisa dihasilkan dari berbisnis. Diataranya kita bisa menciptakan produk-produk kebutuhan masyarakat sehingga memudahkan orang dalam menjalani aktifitas hidupnya. Dengan adanya orang yang memproduksi pakaian, kita terhindar dari cuaca buruk. Dengan adanya kendaraan maka akan memudahkan orang dalam menempuh jarak yang jauh. 

Disamping melahirkan berbagai produk, kegiatan usaha juga memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Semakin besar usahanya, maka akan semakin besar daya serap tenaga kerjanya. Sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan sumber rezeki. Hal ini tentu dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Namun, semua kemajuan itu tidak ada nilainya kalau hanya diukur dari sisi materi saja. Ukuran-ukuran materi semata tidak menjamin sebuah aktivitas bisnis bernilai ibadah. Bisnis yang bernilai ibadah juga harus dilihat dari cara mendapatkannya. Untuk itu kita harus terus menjaga setiap kegiatan bisnis kita agar sesuai dengan rambu-rambu dari Allah dan rasul.***

Ciri-ciri Entrepreneur


Paulus Winarto menuliskan dalam bukunya, First Step to be an Entrepreneur, 5 ciri entrepreneur.

Pertama, berani mengambil resiko. Entrepreneur adalah sebuah pekerjaan yang tidak memberikan jaminan kepastian. Setiap saat orang bisa rugi dan suatu saat bisa untung. Dia harus siap menanggung resiko keduanya.

Kedua, menyukai tantangan. Bagi seorang entrepreneur, setiap masalah adalah peluang. Dia tidak takut dengan perubahan dan ketidakpastian. Semua itu dijadikanya sebagai tantangan yang harus diatasi.

Ketiga, punya daya tahan yang tinggi. Seorang entrepreneur tidak boleh cepat putus asa dan selalu bangkit dari kegagalan.

Keempat, punya visi jauh ke depan. Seorang entrepreneur mempunyai tujuan jangka panjang, bukan keuntungan sesaat. Dia berbisnis untuk jangka panjang bukan sekadar ikut-ikutan.

Kelima, selalu berusaha memberikan yang terbaik. Seorang entrepreneur akan selalu memberikan yang terbaik buat konsumennya. Kalaupun dia tidak mampu maka ia akan merekrut orang-orang yang ahli untuk mengerjakannya.


Apa itu Entrepreneur?


Istilah entrepreneur sudah tidak asing lagi saat ini. Namun apa pengertian sebenarnya dari entrepreneur? Menurut kamus besar bahasa Indonesia, entrepreneur adalah orang yang pandai atau berbakat mengenai produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkan serta mengatur permodalan operasinya.

Sedangkan menurut Raymond Kao, seorang pakar kewirausahaan, entrepreneur adalah orang yang menciptakan kemakmuran dan proses peningkatan nilai tambah melalui inkubasi gagasan, memadukan sumber daya, dan membuat gagasan menjadi keyataan.

Semetara menurut Rhenald Kasali, entrepreneur adalah seseorang yang menyukai perubahan, melakukan berbagai temuan yang membedakan dirinya dengan orang lain, menciptakan nilai tambah dan memberikan manfaat bagi dirinya dan orang lain. Karyanya dibangun berkelanjutan dan dilembagakan agar kelak dapat bekerja dengan efektif di tangan orang lain.

Begitulah pendapat beberapa pakar tentang istilah entrepreneur. Namun, kalau dilihat dari sudut istilah, entrepreneur itu sendiri bukan sesuatu yang baru. Entrepreneur itu sama saja dengan pengusaha. Dalam skala yang lebih kecil, pedagang kaki lima juga bisa disebut sebagai seorang entrepreneur. Artinya orang yang berusaha sendiri secara mandiri. Dia tidak bekerja untuk orang lain tapi bekerja untuk diri sendiri.

Jadi, pelaku entrepreneur sebenarnya sudah dari dulu ada. Cuma sekarang kembali trend dengan istilah yang baru. Ini juga dipengaruhi oleh perkembangan entrepreneur di negara-negara maju. Para entrepreneur saat ini sudah menjadi motor penggerak kebangkitan ekonomi sebuah negara.

Berbeda halnya denga zaman dulu, orang senang kalau menjadi karyawan dan pegawai (ambtenar). Tapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan wawasan masyarakat, mereka sudah mulai menyadari keuntungan menjadi entrepreneur. Ditambah lagi dengan banyaknya bermunculan pengusaha baru yang sukses dengan usahanya, ini semakin memotivasi masyarakat untuk menjadi entrepreneur.***

Bisnis berbasis spiritual

Saat ini, wacana entrepreneur sudah merebak di mana-mana bahkan sudah banyak yang menindaklanjuti dengan bisnis rill di lapangan. Seminar-seminar dan training kewirausahaan pun terus berkembang dan turut mendorong lahirnya para entrepreneur baru. Hal ini juga diikuti oleh berkembangnya berbagai komunitas entrepreneur di berbagai daerah.

Namun ada sebagian entrepreneur yang terjebak hanya semata-mata mencari kekayaan materi tanpa mempedulikan nilai-nilai dan etika dalam berbisnis. Orientasinya hanya sekedar menumpuk kekayaan dan terjebak dengan kehidupan yang hedonistis. Hal ini jelas berdampak kepada kehancuran bisnisnya sendiri. Bagi mereka nilai-nilai etika sudah tidak ada lagi dalam kamus hidupnya. Mereka menggunakan cara apa saja, yang penting cepat kaya. Dia lakukan segala cara apakah dengan menimpu Bank, praktek riba, menjual barang terlarang atau money game. Padahal jelas cara-cara itu dilarang oleh Allah. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Annisa [4]: 29).

Oleh karen itu, kalau konsep bisnis seperti ini terus dipertahankan maka akan berdampak kepada kehancuran tatanan bisnis dan ekonomi di Negara ini, dimana orang bebas mengeruk keuntungan dengan cara apa saja. Ada yang mengeruk keuntungan dari bisnis narkoba, minuman keras, vcd porno, prostitusi dan berbagai bisnis terlarang lainnya. Sudah barang tentu kita tidak akan membiarkan orang mengeruk keuntungan pribadi dengan cara merusak bangsa ini. ”Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.”(al baqarah[2]:60)

Apalagi kalau ditinjau dari sudut pandang Islam maka kekayaan materi berupa uang, jabatan, dan kesenangan hidup lainnya hanyalah kesenangan yang semu. Kebahagiaan yang hakiki hanya ada di akhirat nanti. Apa yang di sisi Allah lebih baik dan kekal. Allah berfirman dalam Al Quran, ”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak....Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (al Hadid [57]:20)

Untuk itu konsep bisnis berbasis spiritual harus segera kita terapkan dalam bisnis kita. Gede Prama, seorang pakar manajemen pernah mengatakan, ”Kalau perusahaan ingin sustainable dan berumur panjang, ia harus menganut nilai-nilai spiritual. Dengan begitu, integritasnya akan teruji dan dipercaya mitra bisnisnya.”

Bisnis dengan tetap menjaga nilai-nilai etika bukan sesuatu yang tidak mungkin. Karena berdasarkan fakta, banyak perusahaan-perusahaan yang hancur karena tidak menjaga etika dalam berbisnis. Salah satunya adalah perusahaan energi ENRON yang didirikan di AS tahun 1985. Perusahaan ini bangkrut karena skandal keuangan. Akibatnya nilai sahamnya jatuh dari 95 dolar menjadi 45 sen. Bahkan 20 ribu orang karyawannya kehilangan dana simpanan pensiun. Hal ini bahkan dianggap sebagian pengamat telah membawa implikasi politik dan ekonomi yang lebih luas ketimbang tragedi WTC.
 
Oleh karena itu, sudah saatnya kita berbisnis dengan menerapkan nilai-nilai etika dan spiritual. Allah sudah menjanjikan ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(al araf[7]:96)


08 December 2010

Uang modal utama dalam bisnis?

Benarkah uang menjadi modal utama dalam berbisnis? Sebagian besar orang berpendapat begitu, namun pengalaman mengatakan lain. Banyak teman yang memulai bisnis dengan modal yang memadai tapi justru berujung dengan kebangkrutan. Mengapa ini bisa terjadi? bukankah modalnya banyak? 

Ternyata kesuksesan bisnis tidak hanya ditentukan oleh modal uang. Ada yang lebih penting dari uang yaitu, antusias, keseriusan, dan keistiqamahan dalam menjalankan usaha. Tidak sedikit orang yang mengawali usaha dengan modal puluhan juta dan bisnisnya berakhir hanya dalam hitungan bulan. Semua barang dagangannya habis berikut dengan modal-modalnya juga habis hilang ditelan bumi. 

Di sisi lain teman-teman yang berbisnis dengan modal semangat, keseriusan, dan istiqamah bisa bertahan walau tidak memiliki modal yang cukup. Hal ini disebabkan karena dia serius dalam bisnisnya sehingga tidak sedikit orang yang tertarik untuk berinvestasi karena memang bisnisnya terlihat menguntungkan. Hasilnya, modal pun berdatangan dari berbagai pihak, tidak terkecuali dari bank.

Oleh karena itu, kalau saat ini anda tidak memiliki modal yang cukup, jangan dulu pesimis untuk memulai usaha. Mulai saja dengan modal yang ada, tetap antusias, dan istiqamah maka dalam waktu tidak beberapa lama modal akan mengejar-ngejar anda.